Semangat Menuntut Ilmu, Pelajar Ponorogo Naik Mobil Pikap pun Tidak Apa-Apa

“Semangat Menuntut Ilmu, Pelajar Ponorogo Naik Mobil Pik'Up pun Tidak Apa-Apa”


Semangat menuntut ilmu, naik mobil pikap pun tidak apa-apa. Itulah yang sehari-hari dilakoni siswa SDN 1 Ngebel dari Desa Talun. Mereka seolah sudah tak menghiraukan kelayakan transportasi. Jalan berliku dan naik turun dilalui setiap hari untuk pergi ke sekolah.
Mipta Setyarani misalnya. Siswi kelas 2 SDN 1 Ngebel itu mengaku setiap hari bangun pukul 05.00. Usai salat Subuh, dia mandi dan sarapan. Setelah itu, menunggu jemputan.
Sekitar pukul 06.30, jemputan yakni pikap atau mobil bak terbuka datang. Mobil itu sudah dimodifikasi. Atapnya dipasang terpal. Pagi itu, kala mobil jemputan datang, di atas bak terbuka sudah menunggu teman sekolah Mipta. Mobil lantas melaju menyusuri jalan berbatu dan berliku. Sekitar pukul 07.00 mereka sudah sampai di sekolah yang terletak di tepi telaga Ngebel. ‘’Sampai sekolah pas jam masuk,’’ katanya.
Tapi, tak jarang Mipta dan teman-temannya terlambat datang ke sekolah. Karena terkadang mobil pikap baru datang pukul 07.00. Itu lantaran pikap juga membawa penumpang lain misalnya warga yang hendak ke pasar. Selain itu, waktu tempuh mobil penjemput bisa lebih lama karena jika tanah berlumpur kena hujan cukup menyulitkan. Jumat akhir pekan lalu misalnya, pikap tertahan di jalan karena ada kendaraan lain yang rodanya teperosok jalan berlumpur. Agar mobil pikap yang ditumpangi Mipta dan teman-temannya bisa melintas, sopir harus ikut membantu mengevakuasi kendaraan tersebut.
Meski demikian, Mipta mengaku tidak takut bahkan surut semangat. Dia tetap menikmati setiap detik perjalanan berangkat dan pulang sekolah bersama teman-temannya. Pun, Mipta merasa suasana selalu menyenangkan. ‘’Seru, jadi tidak pernah merasa takut,’’ tambahnya.
Sumirah, ibunda Mipta mengatakan, sebenarnya ada rasa khawatir jika anaknya harus menumpang pikap setiap hari. Hanya, dia tidak punya pilihan lain. Sebelumnya, kata Sumirah, ayahnya dulu kerap antar jemput Mipta ke sekolah. Tapi lambat laun karena sibuk berladang dan membuka warung makan, dia menerima tawaran tetangganya menyewa pikap antar jemput sekolah. Biayanya Rp 100 ribu per bulan. Dia waswas kala hujan mengguyur. Meskipun dipasang terpal, itu hanya untuk atap. ‘’Kalau hujan ya cemas, khawatir terjadi sesuatu di jalan. Sebab kurang aman,’’ terangnya.
Sumber;radarmadiun


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »