BAGI MASYARAKAT PONOROGO,LEBARAN KURANG LENGKAP TANPA BALON
Selalu ada tradisi unik memeriahkan Lebaran. Di Desa
Ringinputih, Sampung misalnya. Warga desa setempat punya perayaan unik dengan
membuat dan menerbangkan balon udara. Ukuran balon yang super besar cukup
menarik perhatian. Warga sengaja menambahkan ribuan petasan saat penerbangan
agar kesan semakin meriah. Tradisi tersebut sudah berlangsung puluhan tahun.
‘’Kami tidak tahu awalnya dulu bagaimana. Yang pasti Lebaran kurang lengkap
sebelum melaksanakan tradisi ini,’’ kata Deby Agung Nugroho, pemuda desa setempat.
Deby boleh disebut sang kreator di balik pembuatan balon udara.
Pria 25 tahun tersebut cukup punya andil besar saat tradisi berlangsung. Mulai
dari persiapan, pembuatan, hingga hari diterbangkan. Dia belajar dari
seniornya. Pengerjaan bukan dilakukan sendiri. Namun, sudah seperti sambatan.
Sebab, dikerjakan bersama. Pekerjaan memang melibatkan banyak orang. Saat ini,
warga sibuk membuat balon udara tersebut. Mereka cukup sibuk. Lantaran deadline
penerbangan tinggal menghitung hari. ‘’Biasanya kami terbangkan hari kedua
Lebaran,’’ ujarnya.
Pengerjaan sudah 60 persen. Deby menyebut penyambungan bahan
paling sulit. Balon berbahan plastik. Namun, ada juga yang membuat dari kertas
samak. Balon yang dibuat kali ini cukup besar. Diameter bawahnya mencapai dua
meter. Tak urung, ukuran diameter tengahnya mencapai sekitar lima meter. Butuh
banyak bahan. Penyambungan harus kuat agar udara tidak bocor. Fatal akibatnya
jika balon bocor saat diterbangkan. ‘’Dulu pernah jatuh ke atap warga.
Untungnya api sudah padam,’’ kenangnya.
Penyambungan menggunakan lakban. Agar mulut balon tidak mudah
menyatu harus ditambah bulatan dari bambu. Sedang, api sebagai sumber gas,
didapat dari pembakaran kain. Deby biasanya menggunakan kain handuk yang
dicampur irisan lilin dan minyak tanah agar api awet. Handuk diikat menggunakan
kawat dengan ditengah mulut balon. Petasan di pasang di samping kiri dan kanan
mulut balon. Petasan mencapai ribuan. Dirangkai seperti petasan orang betawi.
Sumbu sengaja dibuat panjang agar baru meledak saat balon sudah cukup tinggi.
‘’Suara petasan ini yang ditunggu-tunggu,’’ ujarnya sembari menyebut petasan
sudah lebih awal dibuat sejak awal Ramadan.
Deby menyebut tradisi balon udara bukan hanya di desanya. Nyaris
saban dusun di Desa Ringinputih juga menggelar tradisi serupa. Bahkan, hingga
di sejumlah desa dan kecamatan lain. Di antaranya, Carangrejo dan Tulung di
Kecamatan Sampung, Desa Maron, Niten, Somoroto, dan Desa Plosojenar di
Kecamatan Kauman, dan Desa Menang, Losari serta Blemben di Kecamatan Jambon.
Tak urung, bak festival. Namun, biasanya hari diterbangkannya balon bergantian.
Perayaan biasanya hingga hari ketujuh. ‘’Mungkin dulunya ada arti tersendiri
menerbangkan balon. Tapi kalau sekarang ya cuma untuk meramaikan Lebaran,’’
katanya. (agi/irw)
Source;radarmadiun