“Singo Kinunjoro,Nama Komunitas Reog Narapidana Dirutan Klas 2b Ponorogo”
. Lenggak-lenggok tarian dadak merak mengalir dalam
setiap gerak. Dia adalah Wahyu Dhita Putranto, Kasub Pelayanan Tahanan Rutan
Klas II B Ponorogo. Di balik kesehariannya bertugas di rutan, hingga kini dia
aktif menjadi seniman reyog dan bermain sebagai pembarong.
Warga Jalan Cokromenggolo itu mulai terjun menjadi pemain reyog
sejak 1999. Saat itu, dia masih berstatus mahasiswa Unej. Wahyu memilih masuk ke
UKM Sardulo Anurogo, unit kegiatan mahasiswa seni reyog.
Awalnya dia tidak tahu sama sekali tentang kesenian
itu. Pun belum pernah membayangkan menjadi seniman reyog. ‘’Yang
melatarbelakangi saya masuk ke UKM itu karena lambat laun menyadari bahwa saya orang
Ponorogo,’’ katanya.
Sebagai warga bumi reyog yang hidup di perantauan, dia merasa
krisis identitas. Dia menyadari betul sebagai warga Ponorogo kurang menunjukkan
identitasnya. Sebab, Ponorogo identik dengan seni reyog. ‘’Istilahnya ikut
nguri-uri lah, dengan masuk UKM itu’’ tambahnya.
Di unit kegiatan mahasiswa tersebut, dia langsung minat menjadi
pembarong. Itu, dilakoninya hingga kini. Butuh waktu tidak sebentar bagi Wahyu
belajar menjadi seorang pembarong.
Bahkan sampai sekarang saat dia bertugas di Rutan Klas
II B Ponorogo. Kebanyakan petugas melakukan pendekatan melalui sisi rohani atau
menularkan keterampilan kepada warga binaan.
Lain halnya dengan Wahyu. Sebagai petugas permasyarakatan,
seni reyog menjadi alat pendekatannya kepada warga binaan. Dia percaya kesenian
apapun bisa memperhalus jiwa dan menekan sisi keras seseorang.
Termasuk reyog.
‘’Di dalam seni, ada kontrol emosi. Sementara, banyak kejahatan terjadi karena
emosi tidak terkontrol,’’ tuturnya.
Khusus di Rutan Klas II B Ponorogo, Wahyu membentuk komunitas
reyog yang semua senimannya adalah warga binaan rutan. Seni reyog itu dinamakan
Singo Kinunjoro atau bisa diartikan Harimau yang Terpenjara. Singo Kinunjoro
pun banyak mengisi acara di bumi reyog.
Terkadang,
mereka juga tampil di luar daerah seperti saat perayaan ulang tahun Lapas Klas
I Malang beberapa bulan lalu. ‘’Bahkan kami juga ditawari untuk tampil di
Prancis tahun ini. Namun belum tahu kepastiannya bagaimana,’’ ujarnya.
Wahyu tetap ingin menggeluti seni reyog. Kesibukannya bekerja
bukan halangan.
Dia juga merasa
waktunya tidak tersita lantaran harus sibuk bekerja dan bermain reyog. Sebab,
reyog sudah menjadi bagian hidupnya yang seharusnya dinikmati. ‘’Kalau dinikmati,
pasti tidak akan terasa menjadi beban. Lagipula sudah lama reyog menjadi bagian
hidup saya. Sehingga sulit untuk meninggalkan begitu saja,’’
Source;radarmadiun